Laman

Sabtu, 29 Januari 2011


ELASTOMER
(KARET)

1. Pengertian Karet
            Karet atau elastomer merupakan salah satu jenis polimer yang memiliki perilaku khas yaitu memiliki daerah elastis (mudah berubah bentuknya dan mudah kembali ke bentuk asal) non-linear yag sangat besar. Perilaku tersebut ada kaitannya dengan struktur molekul karet yang memiliki ikatan silang (cross link) antar rantai molekul. Ikatan silang ini berfungsi sebagai ‘pengingat bentuk’ (shape memory) sehingga karet dapat kembali ke bentuk dan dimensi asalnya pada saat mengalami deformasi dalam jumlah yang sangat besar.

2. Sejarah Karet
            Sejarah karet bermula ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika pada 1476. saat itu, Columbus tercengang melihat orang-orang Indian bermain bola dengan menggunakan suatu bahan yang dapat melantun bila dijatuhkan ketanah. Bola tersebut terbuat dari campuran akar, kayu, dan rumput yang dicampur dengan suatu bahan (lateks) kemudian dipanaskan diatas unggun dan dibulatkan seperti bola.
Pada 1731, para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan tersebut. seorang ahli dari Perancis bernama Fresnau melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan lateks atau karet, diantaranya dari jenis Havea brasilienss yang tumbuh di hutan Amazon di Brazil. Saat ini tanaman tersebut menjadi tanaman penghasil karet utama, dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara yang menjadi penghasil karet utama di dunia saat ini. 
Seorang ahli kimia dari Iggris pada tahun 1770 melaporkan bahwa, karet digunakan untuk menghapus tulisan dari pensil. sejak 1775 karet mulai digunakan sebagai bahan penghapus tulisan pensil, dan jadilah karet itu di Inggris disebut dengan nama Rubber (dari kata to rub, yg artinya menghapus), sebelumnya remah roti biasa digunakan orang untuk menghapus tulisan pensil. Pada dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis (menyerupai karet) ialah elastomer, tetapi sebutan rubber-lah lebih populer di kalangan masyarakat awam.
Barang-barang karet yang diproduksi waktu itu selalu menjadi kaku di musim dingin dan lengket dimusim panas, sampai seorang yang bernama Charles Goodyear yang melakukan penelitian pada 1838 menemukan bahwa, dengan dicampurkannya belerang dan dipanaskan maka keret tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca. Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya dapat disebut sebagai awal dari perkembangan industri karet.
Pada waktu pendudukan jepang di Asia Tenggara dalam WWII, persediaan karet alam di negara sekutu menjadi kritis dan diperkirakan akan habis dalam waktu beberapa bulan. Pemerintah Amerika mendorong penelitian dan produksi untuk menghasilkan karet sintetik untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Usaha besar ini membuahkan hasil dalam waktu singkat dan terus berkembang sesudah WWII berakhir pada 1945. Dalam jangka waktu 3 tahun sesudah berakhirnya WWII, sepertiga karet yag dikonsumsioleh dunia adalah karet sintetik. Pada 1983, hampir 4 juta ton karet alam dikonsumsi oleh dunia, sebaliknya, karet sintetik yang digunakan sudah melebihi 8 juta ton dan terus bertambah hingga sekarang.

3. Pembagian Karet

Karet dibagi menjadi 2 yaitu karet alam dan karet sintesis. Karet alam dibuat dari getah pohon karet yang diproses, sedang karet sintesis dibuat dari bahan baku minyak tanah. Karena memiliki kualitas yang lebih baik otomatis karet alam lebih mahal, Namun, prosentase pemakaiannya mengalami perubahan tergantung dari nilainya. Misalnya pada ban, biasanya menggunakan bahan dari karet alam dan karet sintesis dengan perbandingan 55 : 45. Bila karet alam mengalami kenaikan harga, maka dapat diganti dengan karet sintesis sekitar 5%, dan bila karet sintesis pun mengalami kenaikan harga akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, maka jumlah pemakaian karet alam yang diperbesar.

Ø Karet Alam
Karet alam diperoleh dari getah resin karet (lateks karet alam) yang disebut Hevea Brasiliensis yang berasal dari daerah Amazon dengan cara penggumpalan dan pengeringan. Tergantung dari cara memprosesnya, secara umum karet alam dibagi menjadi 3. Daerah penghasil karet alam terbesar yang memproduksi 70% dari jumlah seluruh produksi karet dunia adalah Thailand, Indonesia, dan Malaysia.

àLateks :
Merupakan karet alam yang awet disimpan yang dibuat dengan cara menambahkan anmonia ke dalam getah karet. Bila akan dikirim biasanya dikentalkan terlebih dahulu dengan mesin sentrifugal hingga kekentalannya mencapai 60%. Digunakan untuk sarung tangan karet, zat perekat, benang karet, alat-alat kedokteran, dan lain-lain.
àRSS : karet alam yang diperoleh dengan cara memasukkan lateks ke dalam asam untuk dipadatkan, kemudian di panaskan dan diasapkan. Digunakan sebagai bahan baku produksi ban, dan tube.
àTSR : Karet yang telah digumpalkan kemudian dihaluskan, setelah itu dikeringkan dengan pemanasan. Sama seperti dengan RSS, TSR digunakan sebagai bahan baku produksi ban, dan tube. Tergantung dari negara yang memproduksi, ada SMR ( Produk Malaysia ), SSR ( Produk Singapura ), SIR ( produk Indonesia ), TTR ( Produk Thailand ) dan lain lain.
Ø Karet Sintetis
Karet sistetis sengaja dibuat sedemikian rupa mirip dengan karet alam. Ada banyak macamnya yaitu Karet Isopuren ( IR ), Karet Stiren Butadien ( SBR ), Karet Butadien ( BR ), Karet Khloropuren ( CR ), Karet Nitril ( NR ), Karet BUTIL ( IIB ), Karet etilen propilen ( EPDM ), Karet Uretan ( AU, EU ), Karet silicon ( VMQ, FVMQ ), Karet Acril ( ACM ) dan lain lain.
Karet sintetis yang paling banyak diproduksi ada 3 jenis yaitu karet isopuren, karet stiren butadiene, dan karet butadiene. Bila digabung dengan karet alam, prosentase karet sintetis ini meliputi 80 %. Karet tersebut terutama digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban.

4. Proses Pembuatan Karet
Karet alam (natural rubber) memiliki mer atau unit penyusun terkecil cispolyisoprene. Proses pembuatan karet pada umumnya diikuti dengan proses vulkanisasi, yaitu penambahan Sulfur dengan tujuan untuk memperbaiki sifatsifat mekanisnya. Gambar 5-23 mengilustrasikan proses pembuatan karet alam dengan vulkanisasi. Mekanisme dari penambahan kaitan silang dengan proses vulkanisasi karet alam diilustrasikan lebih jelas dalam Gambar 5-24. Penambahan 30-40% Sulfur akan memperbanyak jumlah kaitan silang (cross link) antar rantai molekulnya yang akan berpengaruh terhadap sifat-sifat dan perilaku karet alam. Kekerasan dan kekakuan dari karet alam akan meningkat dengan proses vulkanisasi. Karet alam dengan jumlah kaitan silang sedikit akan bersifat relatif lebih lunak dan fleksibel daripada karet alam dengan jumlah kaitan silang lebih banyak.


5. Perilaku Elastis Karet
Karet, pada saat diberi pembebanan akan mengalami deformasi elastis nonlinier dalam jumlah yang sangat besar (hingga 800%). Perilaku karet yang terlihat hampir seluruhnya elastis dengan modulus elastisitas yang bervariasi dengan bertambahnya regangan. Mekanisme dasar yang terjadi pada proses deformasi elastis karet adalah (1) pelurusan dari gulungan rantai molekul, serta (2) peregangan dari ikatan-ikatan kovalennya. Sebagian memperlihatkan fenomena histerisis yang menunjukkan perbedaan lintasan regangan pada saat beban diberikan dan dilepaskan.
Kaitan silang sangat berperan di dalam menentukan perilaku elastik dari karet atau elastomer. Kaitan silang berfungsi sebagai pengingat bentuk (shape memory) yang memungkinkan terjadinya deformasi elastis dalam jumlah sangat besar, sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 5-26. Tanpa adanya kaitan silang deformasi plastis akan mudah terjadi.
Adanya kaitan silang juga akan berpengaruh terhadap perilaku elastis dari karet atau elastomer sebagaimana diilustrasikan dalam gambar berikut. Karet alam yang telah divulkanisasi misalnya, akan memiliki jumlah kaitan silang lebih banyak sehingga modulus elastisitas atau kekakuannya lebih besar daripada karet alam yang belum divulkanisasi.

Seperti halnya thermoplastik perilaku elastomer berbeda pula dengan kenaikan temperatur. Transisi sifat mekanik terjadi terutama pada temperatur transisi gelas, Tg di mana ikatan sekunder mulai melebur. Pada Gambar 5-28 tampak perbedaan struktur elastomer di bawah dan di atas temperatur transisi gelasnya. Di bawah Tg, di samping kaitan-kaitan silang (cross link), terdapat pula ikatan-ikatan sekunder yang Van der Waals yang menyebabkan kelompokkelompok rantai molekul semakin rapat. Di samping mekanisme elastisitas dengan kaitan silang sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, perilaku elastis dapat pula terjadi tanpa mekanisme ini. Fenomena ini misalnya terjadi pada ko polimer Styrene-Butadiene (SB) polimer yang dikenal pula sebagai Elastomer Thermoplastik.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar